Ilustrasi
Kategori : Pergumulan
|
Aku sebuah gelas yang mewah dengan ukiran motif yang
elegan.
Orang-orang yang ingin memilikiku
harus rela menukarku dengan nominal uang yang cukup besar.
Betapa senangnya menjadi
sepertiku, yah itulah pikiran yang terlintas saat itu.
Sampai suatu saat aku dibawa oleh
seorang wanita cantik yang terkenal.
Kemudian ia meletakkanku di dalam
sebuah bufet kaca yang indah, aku berpikir itu adalah tempat terindah dan
layak untuk gelas sepertiku.
Aku berada di istanaku -begitu aku
menyebut bufet kaca itu- selama beberapa tahun.
Tahun-tahun pertama aku merasa
bagaikan berada di atas angin, setiap rekanan bisnis maupun kerabat-kerabat
dekat sang wanita yang datang berkunjung selalu memujiku.
Tahun berikutnya mulai terasa
membosankan. Aku sering melihat gelas-gelas lain –yang menurutku tidak
seindah aku- dipakai untuk mejamu tamu. Mereka diisi dengan berbagai jenis
minuman yang panas maupun dingin. Aku berpikir untuk tidak mau seperti
mereka, pasti tubuhku akan rusak, aku akan bahagia selamanya berada di sini.
Dan di tahun-tahun berikutnya aku
benar-benar merasa ada yang kurang.
Aku merasa kosong, aku tidak lagi
gembira ketika mendapat pujian dan tatapan kagum. Aku juga tidak tahu mengapa
aku merasa demikian.
Sampai suatu saat ada seseorang
yang mengeluarkan aku dari istanaku, dia membawaku ke sebuah tempat yang
akhirnya aku ketahui adalah dapur. Kemudian aku diletakkan di atas meja makan
dan aku dikejutkan ketika aku menoleh untuk melihat sekeliling oleh sebuah
gelas lain di sebelahku.
Aku melihat ngeri padanya,
bagaimana tidak, tubuhnya penuh dengan goresan dan warna yang memudar. Dengan
hati-hati aku bertanya padanya mengenai kondisinya. Dan ia menjawab dengan
lembut.
"Nak, dulu aku sepertimu, yah
tentunya tidak seindah dirimu" ia tersenyum lalu melanjutkan ceritanya.
"Aku hanya gelas biasa dengan ukiran sederhana yang dipajang di bagian
belakang toko yang menjualku. Aku merasa sedih dan mengeluh pada penciptaku
kenapa ia membuat diriku hanya seperti ini, dan aku menganggap diriku hanya
sebuah karya yang gagal karena tidak ada yang mau memilihku".
"Sampai suatu hari sang
wanita pemilik kita ini, menggenggamku dan membawaku dengan senyuman di
wajahnya. Saat itu aku merasa semua pemikiranku salah. Betapa gembiranya aku,
dan aku berpikir bahwa wanita ini akan menjadikanku hiasan di rumahnya.
Namun, kenyataan membuat aku kecewa, aku tidak diletakkan di dalam buffet
kaca tempatmu berada dan malahan dimasukkan ke dalam ruangan kerjanya"
"Kau tahu nak, terkadang aku
merasa sakit ketika air panas mengisi tubuhku. Aku menggigil ketika bongkahan
es batu menimpaku. Aku harus mencium berbagai aroma minuman seperti teh,
kopi, dan masih banyak lagi yang bercampur aduk membuatku mual"
"Bahkan aku hampir histeris
ketika menemukan tubuhku penuh dengan noda-noda yang tidak dapat hilang
meskipun sudah digosok berkali-kali –dan saat dibersihkan itu menjadi saat
menyakitkan bagiku, itulah saat dimana tubuhku harus bersentuhan dengan alat
pembersih yang terkadang tajam, entah manusia membuatnya dari apa-"
Lalu ia melanjutkan, sementara
pikiranku perlahan-lahan dibuka dengan hal-hal baru.
"Sering aku merasa kesepian
nak, setelah dibersihkan aku diletakkan kembali di tempatku –di atas meja
kerja sang wanita- yang setiap hari pula aku tinggal di dalam gelapnya
ruangan itu. Aku merasa iri dengan gelas-gelas sepertimu yang tidak harus mengalami
semua ini"
"Tahun awal begitu menyiksa
tetapi seiring waktu berlalu aku terbiasa dengan semuanya, bahkan aku
menemukan sebuah hal yang tidak akan pernah aku sesali yaitu rasa puas dan
sukacita yang besar ketika sang wanita dapat menikmati minumannya melalui aku
–gelas yang sederhana ini- dan di saat itu aku ingin sekali mengucapkan
terima kasih pada penciptaku karena telah menghasilkan karya yang tidak gagal
dan berhasil memenuhi tujuan penciptaku"
Ketika ia mengakhiri kalimatnya,
aku menangis sejadi-jadinya. Menangis karena sadar betapa sombongnya aku.
Menangis karena menemukan alasan mengapa aku merasa hampa, dan menyadari
sesungguhnya aku diciptakan bukan sebagai gelas hiasan melainkan gelas biasa
–hanya dengan ukiran yang indah- yang dilengkapi dengan tujuan dari mulanya
untuk membantu manusia memuaskan dahaganya.
PS :
Sahabat proses pembentukkan dari
Tuhan memang terkadang menyakitkan, terutama saat Dia mengikis keinginan ego
kita. Namun, ketika dengan iman kita tetap taat dan setia melangkah bersamaNya,
perlahan Tuhan akan menyadarkan kita bahwa jalan yang kita sedang lewati
adalah jalan menuju penggenapan tujuanNya untuk hidupmu.
|
Sumber : HTcom
View(251) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar